Senin, 27 Mei 2013

Musykom IMM Komsat STKIP Bima

Bima-,
         Musyawarah Komisariat merupakan musyawarah tertinggi ditingkat komisariat yang betujuan sebagai ajang silaturrahim dan konsolidasi kader serta untuk memilih pengurus sebagai BPH yang baru. Musykom menjadi agenda besar dalam membangun program-program kerja dan mencetus ide-ide cemerlang.
Musykom yang dihelat 26/5 bertempat di SMKN 2 Bima yang diikuti ratusan kader dari berbagai Komsat kota dan kabupaten Bima.
     Dalam helatan Musykom tersebut tampak hadir Unsur BPH IMM Cabang Bima, Unsur FKA IMM, Kanda Ikhlas, M.PdI dan senior-senioritas, kakanda, kanda dan yunda.
     Ketua panitia, IMMawan Supriaman dalam sambutannya, menjelaskan musykom sebagai wadah aspirasi ide dan gagasan baru dari kader yang akan melahirkan kreatifitas membangun setiap dimensi kegiatan IMM.
     "Musykom merupakan wadah berkumpulnya kader-kader elit Ikatan, yang mencoba menawarkan berbagai ide dan gagasan yang cemerlang", tuturnya.
FKA IMM, kanda Ikhlas, menjelaskan kader IMM adalah kader yang senantiasa berdiri dalam bingkai Tri Kompetensinya, Intelektual, Humanitas dan religiulitas. Disinilah letak perbedaan mendasar dari mahasiswa-mahasiswa lainnya.
Musykom kali ini berbeda dengan tahun lalu, karena tidak ada pemilihan ketua umum yang dilakukan secara voting. Pemilihan kali ini hanya memilih tim formatur 13 orang, yang ada ending pemilihany akan meakukan musyawarah mufakat untuk menentukan siapa yang menjadi ketua umum, sekretaris umum dan bendahara dari unsur 13 formatur tersebut.
Akhirnya terpilihlah IMMawan Supria yang menjadi ketua umumnya.
Dalam akun FB, PC IMM Bima mengucapkan "Selamat dan Sukses kepada pimpinan komisariat IMM IKIP Bima yang sudah melaksanakan Musyawarah Komisariat (MUSYKOM). semoga pimpinan terpilih bisa semakin progersif. Ketua umum (imawan supriaman) sekretaris umum (imawan ilham) bendahara umum (imawati indramayu) dan BPH yang akan disusun. selamat ya", ucapny. (MP.01)

 

IMMawati Basic Gerakan



IMMawati Basis Gerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah

IMMawati adalah sebuah panggilan yang indah dalam kubu Ikatan, selalu dijaga oleh yang namanya IMMawan. Namanya terpelihara indah dalam lisan dan tetap berkibar dalam kain merah oleh hembusan bayu dibawah peluh perjuangan.
IMMawati dalam kubu Ikatan memiliki ciri tersendiri yang memberikan warna keindahan bagi kaum perempuan lebih khusus bagi para mahasiswi. Gelar IMMawati memiliki makna dalam menegakkan amal ma’ruf nahi mungkar. IMMawati auranya dapat membawa perubahan bagi lingkungannya baik dari segi akhlak maupun intelektualnya. Perubahan-perubahan yang dimaksud adalah mampu mengajak, mampu memberi dan mampu menampilkan sesuatu menuju kebaikan.
IMMawati tidak hanya memahami yang berkaitan dengan keperempuanan tetapi masalah humanitas harus dipahami oleh IMMawati. Bagaimana persoalan kehidupan yang terjadi diluar sana, bagaimana arus globalisasi yang berkembang dan perkembangan tekhnologi yang kian menguasai dunia dan bagaimana pula dengan persoalan kebangsaan yang sekarang sangat memuncak. IMMawati harus mampu menyikapi dan menguasai hal-hal demikian sebab perkembangan era kehidupan makin memanas.
Perjuangan Ikatan tergantung sungguh pada keIMMawatian, seperti dalam sebuah ungkapan bahwa wanita adalah tiangnya negara begitupula kehadiran IMMawati dalam Ikatan merupakan basis pergerakan bagi Ikatan mahasiswa Muhammadiyah. Oleh karena itu pola pikir dan alur pergerakan harus terpatri dalam roh IMMawati untuk melawan kemungkaran. Apalagi sekarang dekadensi moral terjadi dimana-mana itulah yang menjadi peran pentingnya IMMawati untuk menyikapi hal demikian. Dekadensi moral ini terjadi lebih khususnya pada kaum perempuan hilangnya nilai-nilai akhlak dan moral. Dan ditambah lagi dengan pergaulan yang kebarat-baratan sehingga dapat mengganggu pandangan dan menimbulkan berbagai macam bentuk kemaksiatan. Hal semacam inilah yang menjadi tugas utama bagi IMMawati dan kita semua. Tidak hanya sekedar melihat dan membicarakannya tetapi sedikit tidaknya dapat memberikan tindakan positif atau pencerahan untuk meminimalisir hal-hal tersebut.
Selain itu pula bahwa kehadiran IMMawati di kampus merupakan sebagai mataharinya kampus, memberikan pencerahan dan cahaya bagi mahasiswi lainnya. Bagaimana mempengaruhi dan merangkul mereka yang belum kearah berpenampilan yang Islami. Disitulah IMMawati menunjukkan sikap tri kompetensinya demi pengembangan persyarikatan. Dan tidak heran jika di kampus IMMawati menjadi buah pembicaraan bagi kalangan mahasiswa jika melihat IMMawati yang melenceng dari makna Ikatan. Memang menjadi artis dan jiwa yang tersohor itu akan selalu digubris khalayak, sedikit saja kesalahan maupun kelakuan yang tidak sesuai dengan landasan normatif secara tidak langsung akan menjadi bahan perbincangan di mana-mana. Oleh sebab itu karena IMMawati mataharinya kampus harus mampu mempertanggung jawabkan apa yang menjadi persoalan yang dihadapi.
Selain itu pula IMMawati merupakan tempat untuk mencari solusi bagi mahasiswi. Maka dari itu IMMawati harus mampu memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. Bukulah yang menjadi sahabat utama bagi setiap IMMawati, budaya membaca, budaya menulis dan budaya berkarya harus dilakoni oleh IMMawati. Jika hal demikian jauh dari identitas IMMawati maka untuk menjawab tantangan dunia dewasa ini akan sulit karena IMMawati merasa kaku dan apatis terhadap keadaan. Sehingga lahir IMMawati yang hanya memegang gelar saja, lahir IMMawati yang partisipasi saja. Hal-hal semacam inilah yang harus dihindari oleh IMMawati. IMMawati juga seyogyanya memiliki nilai-nilai profetisme gerakan dalam melakukan proses perubahan secara terpadu dn berkesinambungan, sehingga kedepan gerakan IMMawati diharapkan mampu berakselerasi dengan kondisi zaman tanpa harus terserabut dari akar transendental yang dipahami secara prinsipil.


PC IMM BIMA SEKBID KADER


Sabtu, 25 Mei 2013

konsep diri



Salah satu penentu dalam keberhasilan perkembangan adalah Konsep Diri. Pada kali ini saya akan menjabarkan bagaimana pentingnya konsep diri dalam kehidupan. Sebelumnya apa sih konsep diri itu? Jenis-jenis Konsep Diri itu apa saja?
Konsep diri (self consept) merupakan suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian manusia. Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga dapat digunakan untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Para ahli psikologi kepribadian berusaha menjelaskan sifat dan fungsi dari konsep diri, sehingga terdapat beberapa pengertian.
Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut. Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk berkembang yang pada akhirnya menyebabkan ia sadar akan keberadaan dirinya. Perkembangan yang berlangsung tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan.
Perasaan individu bahwa ia tidak mempunyai kemampuan yang ia miliki. Padahal segala keberhasilan banyak bergantung kepada cara individu memandang kualitas kemampuan yang dimiliki. Pandangan dan sikap negatif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang sulit untuk diselesaikan.
Sebaliknya pandangan positif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan seseorang individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang mudah untuk diselesaikan. Konsep diri terbentuk dan dapat berubah karena interaksi dengan lingkungannya.
Beberapa ahli merumuskan definisi konsep diri, menurut Burns (1993:vi) konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan orang-orang lain berpendapat, mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Konsep diri adalah pandangan individu mengenai siapa diri individu, dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan lewat informasi yang diberikan orang lain pada diri individu (Mulyana, 2000:7).
Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa konsep diri yang dimiliki individu dapat diketahui lewat informasi, pendapat, penilaian atau evaliasi dari orang lain mengenai dirinya. Individu akan mengetahui dirinya cantik, pandai, atau ramah jika ada informasi dari orang lain mengenai dirinya.
Sebaliknya individu tidak tahu bagaimana ia dihadapkan orang lain tanpa ada informasi atau masukan dari lingkungan maupun orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari secara tidak langsung individu telah menilai dirinya sendiri. Penilaian terhadap diri sendiri itu meliputi watak dirinya, orang lain dapat menghargai dirinya atau tidak, dirinya termasuk orang yang berpenampilan menarik, cantik atau tidak.
Seperti yang dikemukakan Hurlock (1990:58) memberikan pengertian tentang konsep diri sebagai gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri ini merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki individu tentang mereka sendiri yang meliputi karakteristik fisik, psikologis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi.
Menurut William D. Brooks bahwa pengertian konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita (Rakhmat, 2005:105). Sedangkan Centi (1993:9) mengemukakan konsep diri (self-concept) tidak lain tidak bukan adalah gagasan tentang diri sendiri, konsep diri terdiri dari bagaimana kita melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana kita menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana kita harapkan.
Konsep dirididefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang, perasaan dan pemikiran individu terhadap dirinya yang meliputi kemampuan, karakter, maupun sikap yang dimiliki individu (Rini, 2002:http:/www.e-psikologi.com/dewa/160502.htm).
Konsep diri merupakan penentu sikap individu dalam bertingkah laku, artinya apabila individu cenderung berpikir akan berhasil, maka hal ini merupakan kekuatan atau dorongan yang akan membuat individu menuju kesuksesan. Sebaliknya jika individu berpikir akan gagal, maka hal ini sama saja mempersiapkan kegagalan bagi dirinya.
Dari beberapa pendapat dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian konsep diri adalah cara pandang secara menyeluruh tentang dirinya, yang meliputi kemampuan yang dimiliki, perasaan yang dialami, kondisi fisik dirinya maupun lingkungan terdekatnya.
Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Menurut Rogers konsep diri merupakan konseptual yang terorganisasi dan konsisten yang terdiri dari persepsi-persepsi tentang sifat-sifat dari ’diri subjek’ atau ’diri objek’ dan persepsi-persepsi tentang hubungan-hubungan antar ’diri subjek’ diri objek’ dengan orang lain dan dengan berbagai aspek kehidupan beserta nilai-nilai yang melekat pada persepsi-perseepsi ini (Lindzey & Hall, 1993;201).
Jika manusia mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberi arti dan penilaian serta membentuk abstraksi pada dirinya sendiri, hal ini menunjukan suatu kesadaran diri dan kemampuan untuk keluar dari dirinya untuk melihat dirinya sebaimana ia lakukan terhadap objek-objek lain. Diri yang dilihat, dihayati, dialami ini disebut sebagai konsep diri (Fitts, dalam Agustiani, 2006:139).
Menurut Hurlock (1978:237), pemahaman atau gambaran seseorang mengenai dirinya dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek fisik dan aspek psikologis. Gambaran fisik diri menurut Hurlock, terjadi dari konsep yang dimiliki individu tentang penampilannya, kesesuaian dengan seksnya, arti penting tubuhnya dalam hubungan dengan perilakunya, dan gengsi yang diberikan tubuhnya di mata orang lain. Sedangkan gambaran psikis diri atau psikologis terdiri dari konsep individu tentang kemampuan dan ketidakmampuannya, harga dirinya dan hubungannya dengan orang lain.
Menurut Hurlock (1978:238), konsep diri yang positif akan berkembang jika seseorang mengembangkan sifat-sifat yang berkaitan dengan ‘good self esteem’, ‘good self confidence’, dan kemampuan melihat diri secara realistik. Sifat-sifat ini memungkinkan seseorang untuk berhubungan dengan orang lain secara akurat dan mengarah pada penyesuaian diri yang baik. Seseorang dengan konsep diri yang positif akan terlihat optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positip terhadap segala sesuatu.
Sebaliknya konsep diri yang negatif menurut Hurlock (1978:238) akan muncul jika seseorang mengembangkan perasaan rendah diri, merasa ragu, kurang pasti serta kurang percaya diri. Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan tidak memiliki daya tarik terhadap hidup.
Jadi konsep diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya secara menyeluruh. Konsep diri penting dalam mengarahkan interaksi seseorang dengan lingkungannya mempengaruhi pembentukan konsep diri orang tersebut.
Pembentukan Konsep Diri

Konsep diri tidak dibawa sejak lahir tetapi secara bertahap sedikit demi sedikit timbul sejalan dengan berkembangnya kemampuan persepsi individu. Konsep diri manusia terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seseorang dari kecil hingga dewasa. Bayi yang baru lahir tidak memiliki konsep diri karena mereka tidak dapat membedakan antara dirinya dengan lingkungannya. Menurut Allport (dalam Skripsi Darmayekti, 2006:21) bayi yang baru lahir tidak mengetahuui tentang dirinya.
Rahmat (2000: 100), menjelaskan bahwa konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tapi juga penilaian diri anda tentang diri anda. Jadi konsep diri meliputi apa yang anda pikirkan dan apa yang anda rasakan tentang diri anda. Adanya proses perkembangan konsep diri menunjukan bahwa konsep diri seseorang tidak langsung dan menetap, tetapi merupakan suatu keadaan yang mempunyai proses pembentukan dan masih dapat berubah.
Faktor-faktor Pembentukan Konsep Diri
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan konsep diri, antara lain:
a. Usia
Konsep diri terbentuk seiring dengan bertambahnya usia, dimana perbedaan ini lebih banyak berhubungan dengan tugas-tugas perkembangan. Pada masa kanak-kanak, konsep diri seseorang menyangkut hal-hal disekitar diri dan keluarganya. Pada masa remaja, konsep diri sangat dipengaruhi oleh teman sebaya dan orang yang dipujanya.
Sedangkan remaja yang kematangannya terlambat, yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa tidak dipahami sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri. Sedangkan masa dewasa konsep dirinya sangat dipengaruhi oleh status sosial dan pekerjaan, dan pada usia tua konsep dirinya lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan fisik, perubahan mental maupun sosial (Syaiful, 2008).
b. Inteligensi
Inteligensi mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya, orang lain dan dirinya sendiri. Semakin tinggi taraf intreligensinya semakain baik penyesuaian dirinya dan lebih mampu bereaksi terhadap rangsangan lingkungan atau orang lain dengan cara yang dapat diterima. Hal ini jelas akan meningkatkan konsep dirinya, demikian pula sebaliknya (Syaiful, 2008).
c. Pendidikan
Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkatkan prestisenya. Jika prestisenya meningkat maka konsep dirinya akan berubah (Syaiful, 2008).
d. Status Sosial Ekonomi
Status sosial seseorang mempengaruhi bagaimana penerimaan orang lain terhadap dirinya. Penerimaan lingkungan dapat mempengaruhi konsep diri seseorang. Penerimaan lingkungan terhadap seseorang cenderung didasarkan pada status sosial ekonominya. Maka dapat dikatakan individu yang status sosialnya tinggi akan mempunyai konsep diri yang lebih positif dibandingkan individu yang status sosialnya rendah.
Hal ini didukung oleh penelitian Rosenberg terhadap anak-anak dari ekonomi sosial tinggi menunjukkan bahwa mereka memiliki konsep diri yang tinggi dibandingkan dengan anak-anak yang berasal dari status ekonomi rendah. Hasilnya adalah 51 % anak dari ekonomi tinggi mempunyai konsep diri yang tinggi. Dan hanya 38 % anak dari tingkat ekonomi rendah memiliki tingkat konsep diri yang tinggi (dalam Skripsi Darmayekti, 2006:21).
e. Hubungan Keluarga
Seseorang yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis, maka akan tergolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya.
f. Orang Lain
Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Bagaimana anda mengenal diri saya, akan membentuk konsep diri saya. Sullivan (dalam Rakhmat, 2005:101) menjelaskan bahwa individu diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan dirinya, individu akan cenderung bersikap menghormati dan menerima dirinya.
Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan dirinya, menyalahkan dan menolaknya, ia akan cenderung tidak akan menyenangi dirinya. Miyamoto dan Dornbusch (dalam Rakhmat, 2005:101) mencoba mengkorelasikan penilaian orang lain terhadap dirinya sendiri dengan skala lima angka dari yang palin jelek sampai yang paling baik. Yang dinilai adalah kecerdasan, kepercayaan diri, daya tarik fisik, dan kesukaan orang lain terhadap dirinya.
Dengan skala yang sama mereka juga menilai orang lain. Ternyata, orang-orang yang dinilai baik oleh orang lain, cenderung memberikan skor yang tinggi juga dalam menilai dirinya. Artinya, harga diri sesuai dengan penilaian orang lain terhadap dirinya.
g. Kelompok Rujukan (Reference Group)
Yaitu kelompok yang secara emosional mengikat individu, dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep dirinya. Menurut Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 2005:105), ciri orang yang memiliki konsep diri negatif ialah peka terhadap kritik, responsif sekali terhadap pujian, mempunyai sikap hiperkritis, cenderung merasa tidak disenagi orang lain, merasa tidak diperhatikan, dan bersikap pesimis terhadap kompetisi.
Sebaliknya, orang yang memilikii konsep diri positif ditandai dengan lima hal:
1) Kemampuan mengatasi masalah.
2) Merasa setara dengan orang lain.
3) Menerima pujian tanpa rasa malu.
4) Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat.
5) Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.
Hamachek (dalam Rahmat, 2000: 106) menyebutkan 11 karakteristik orang yang mempunyai konsep diri positif:
1. Meyakini betul nilai-nilai dan prinsip-psinsip tertentu serta bersedia mempertahankannya, walaupun menghadapi pendapat kelompok yang kuat. Tapi ia juga merasa dirinya cukup tangguh untuk mengubah prinsip-prinsip itu bila pengalaman dan bukti-bukti baru menunjukkan ia salah.
2. Mampu bertindak berdasarkan penelitian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebih-lebihan, atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui tindakannya.
3. Tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mencemaskan apa yang akan terjadi besok, apa yang telah terjadi waktu yang lalu, dan apa yang sedang terjadi waktu sekarang.
4. Memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan, bahkan ketika ia menghadapi kagagalan atau kemunduran.
5. Merasa sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar belakang keluarga, atau sikap orang lain terhadapnya.
6. Sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain, paling tidak bagi orang-orang yang ia pilih sebagai sahabatnya.
7. Dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati, dan menerima penghargaan tanpa merasa bersalah.
8. Cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya.
9. Sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbagai dorongan dan keinginan, dari perasaan marah sampai cinta, dari sedih sampai bahagia, dari kekecewaan yang mendalam sampai kepuasan yang mendalam pula.
10. Mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang kreatif, persahabatan, atau sekedar mengisi waktu.
11. Peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima, dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain.