Bima-,
Musyawarah Komisariat merupakan musyawarah tertinggi ditingkat komisariat yang betujuan sebagai ajang silaturrahim dan konsolidasi kader serta untuk memilih pengurus sebagai BPH yang baru. Musykom menjadi agenda besar dalam membangun program-program kerja dan mencetus ide-ide cemerlang.
Musykom yang dihelat 26/5 bertempat di SMKN 2 Bima yang diikuti ratusan kader dari berbagai Komsat kota dan kabupaten Bima.
Dalam helatan Musykom tersebut tampak hadir Unsur BPH IMM Cabang Bima, Unsur FKA IMM, Kanda Ikhlas, M.PdI dan senior-senioritas, kakanda, kanda dan yunda.
Ketua panitia, IMMawan Supriaman dalam sambutannya, menjelaskan
musykom sebagai wadah aspirasi ide dan gagasan baru dari kader yang akan
melahirkan kreatifitas membangun setiap dimensi kegiatan IMM.
"Musykom merupakan wadah berkumpulnya kader-kader elit Ikatan, yang
mencoba menawarkan berbagai ide dan gagasan yang cemerlang", tuturnya.
FKA IMM, kanda Ikhlas, menjelaskan kader IMM adalah kader yang
senantiasa berdiri dalam bingkai Tri Kompetensinya, Intelektual,
Humanitas dan religiulitas. Disinilah letak perbedaan mendasar dari
mahasiswa-mahasiswa lainnya.
Musykom kali ini berbeda dengan tahun lalu, karena tidak ada pemilihan ketua umum yang dilakukan secara voting. Pemilihan kali ini hanya memilih tim formatur 13 orang, yang ada ending pemilihany akan meakukan musyawarah mufakat untuk menentukan siapa yang menjadi ketua umum, sekretaris umum dan bendahara dari unsur 13 formatur tersebut.
Akhirnya terpilihlah IMMawan Supria yang menjadi ketua umumnya.
Dalam akun FB, PC IMM Bima mengucapkan "
Media Profetik
Senin, 27 Mei 2013
IMMawati Basic Gerakan
IMMawati adalah
sebuah panggilan yang indah dalam kubu Ikatan, selalu dijaga oleh yang namanya
IMMawan. Namanya terpelihara indah dalam lisan dan tetap berkibar dalam kain
merah oleh hembusan bayu dibawah peluh perjuangan.
IMMawati dalam
kubu Ikatan memiliki ciri tersendiri yang memberikan warna keindahan bagi kaum
perempuan lebih khusus bagi para mahasiswi. Gelar IMMawati memiliki makna dalam
menegakkan amal ma’ruf nahi mungkar. IMMawati auranya dapat membawa perubahan bagi
lingkungannya baik dari segi akhlak maupun intelektualnya. Perubahan-perubahan
yang dimaksud adalah mampu mengajak, mampu memberi dan mampu menampilkan
sesuatu menuju kebaikan.
IMMawati
tidak hanya memahami yang berkaitan dengan keperempuanan tetapi masalah
humanitas harus dipahami oleh IMMawati. Bagaimana persoalan kehidupan yang
terjadi diluar sana, bagaimana arus globalisasi yang berkembang dan
perkembangan tekhnologi yang kian menguasai dunia dan bagaimana pula dengan
persoalan kebangsaan yang sekarang sangat memuncak. IMMawati harus mampu
menyikapi dan menguasai hal-hal demikian sebab perkembangan era kehidupan makin
memanas.
Perjuangan Ikatan tergantung sungguh pada keIMMawatian, seperti dalam sebuah ungkapan
bahwa wanita adalah tiangnya negara begitupula kehadiran IMMawati dalam Ikatan merupakan basis pergerakan
bagi Ikatan mahasiswa Muhammadiyah. Oleh karena itu pola pikir dan alur
pergerakan harus terpatri dalam roh IMMawati untuk melawan kemungkaran. Apalagi
sekarang dekadensi moral terjadi dimana-mana itulah yang menjadi peran
pentingnya IMMawati untuk menyikapi hal demikian. Dekadensi moral ini terjadi
lebih khususnya pada kaum perempuan hilangnya nilai-nilai akhlak dan moral. Dan
ditambah lagi dengan pergaulan yang kebarat-baratan sehingga dapat mengganggu
pandangan dan menimbulkan berbagai macam bentuk kemaksiatan. Hal semacam inilah
yang menjadi tugas utama bagi IMMawati dan kita semua. Tidak hanya sekedar
melihat dan membicarakannya tetapi sedikit tidaknya dapat memberikan tindakan positif
atau pencerahan untuk meminimalisir hal-hal tersebut.
Selain
itu pula bahwa kehadiran IMMawati di kampus merupakan sebagai mataharinya
kampus, memberikan pencerahan dan cahaya bagi mahasiswi lainnya. Bagaimana
mempengaruhi dan merangkul mereka yang belum kearah berpenampilan yang Islami. Disitulah IMMawati menunjukkan sikap tri kompetensinya demi pengembangan persyarikatan. Dan tidak heran jika
di kampus IMMawati menjadi buah pembicaraan bagi kalangan mahasiswa jika
melihat IMMawati yang melenceng dari makna Ikatan. Memang menjadi artis dan
jiwa yang tersohor itu akan selalu digubris khalayak, sedikit saja kesalahan
maupun kelakuan yang tidak sesuai dengan landasan normatif secara tidak
langsung akan menjadi bahan perbincangan di mana-mana. Oleh sebab itu karena
IMMawati mataharinya kampus harus mampu mempertanggung jawabkan apa yang
menjadi persoalan yang dihadapi.
Selain itu pula
IMMawati merupakan tempat untuk mencari solusi bagi mahasiswi. Maka dari itu
IMMawati harus mampu memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. Bukulah
yang menjadi sahabat utama bagi setiap IMMawati, budaya membaca, budaya menulis
dan budaya berkarya harus dilakoni oleh IMMawati. Jika hal demikian jauh dari
identitas IMMawati maka untuk menjawab tantangan dunia dewasa ini akan sulit
karena IMMawati merasa kaku dan apatis terhadap keadaan. Sehingga lahir
IMMawati yang hanya memegang gelar saja, lahir IMMawati yang partisipasi saja.
Hal-hal semacam inilah yang harus dihindari oleh IMMawati. IMMawati juga
seyogyanya memiliki nilai-nilai profetisme gerakan
dalam melakukan proses perubahan secara terpadu dn berkesinambungan, sehingga
kedepan gerakan IMMawati diharapkan mampu berakselerasi dengan kondisi zaman
tanpa harus terserabut dari akar transendental
yang dipahami secara prinsipil.
PC IMM BIMA
SEKBID KADER
Sabtu, 25 Mei 2013
konsep diri
Salah
satu penentu dalam keberhasilan perkembangan adalah Konsep Diri.
Pada kali ini saya akan menjabarkan bagaimana pentingnya konsep diri dalam
kehidupan. Sebelumnya apa sih konsep diri
itu? Jenis-jenis Konsep Diri itu apa saja?
Konsep diri (self consept) merupakan
suatu bagian yang penting dalam setiap pembicaraan tentang kepribadian manusia.
Konsep diri merupakan sifat yang unik pada manusia, sehingga dapat digunakan
untuk membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya. Para ahli psikologi
kepribadian berusaha menjelaskan sifat dan fungsi dari konsep diri, sehingga
terdapat beberapa pengertian.
Konsep diri seseorang
dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut.
Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk berkembang yang pada
akhirnya menyebabkan ia sadar akan keberadaan dirinya. Perkembangan yang
berlangsung tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang
bersangkutan.
Perasaan
individu bahwa ia tidak mempunyai kemampuan yang ia miliki. Padahal segala
keberhasilan banyak bergantung kepada cara individu memandang kualitas
kemampuan yang dimiliki. Pandangan dan sikap negatif terhadap kualitas
kemampuan yang dimiliki mengakibatkan individu memandang seluruh tugas sebagai
suatu hal yang sulit untuk diselesaikan.
Sebaliknya
pandangan positif terhadap kualitas kemampuan yang dimiliki mengakibatkan
seseorang individu memandang seluruh tugas sebagai suatu hal yang mudah untuk
diselesaikan. Konsep diri terbentuk dan dapat berubah karena interaksi dengan
lingkungannya.
Beberapa
ahli merumuskan definisi konsep diri, menurut Burns (1993:vi) konsep diri adalah suatu gambaran
campuran dari apa yang kita pikirkan orang-orang lain berpendapat, mengenai
diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Konsep diri adalah
pandangan individu mengenai siapa diri individu, dan itu bisa diperoleh lewat
informasi yang diberikan lewat informasi yang diberikan orang lain pada diri
individu (Mulyana, 2000:7).
Pendapat
tersebut dapat diartikan bahwa konsep diri yang dimiliki individu dapat
diketahui lewat informasi, pendapat, penilaian atau evaliasi dari orang lain
mengenai dirinya. Individu akan mengetahui dirinya cantik, pandai, atau ramah
jika ada informasi dari orang lain mengenai dirinya.
Sebaliknya
individu tidak tahu bagaimana ia dihadapkan orang lain tanpa ada informasi atau
masukan dari lingkungan maupun orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari secara
tidak langsung individu telah menilai dirinya sendiri. Penilaian terhadap diri
sendiri itu meliputi watak dirinya, orang lain dapat menghargai dirinya atau
tidak, dirinya termasuk orang yang berpenampilan menarik, cantik atau tidak.
Seperti
yang dikemukakan Hurlock (1990:58) memberikan pengertian tentang konsep diri
sebagai gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri
ini merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki individu tentang mereka
sendiri yang meliputi karakteristik fisik, psikologis, sosial, emosional,
aspirasi dan prestasi.
Menurut
William D. Brooks bahwa pengertian konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita
(Rakhmat, 2005:105). Sedangkan Centi (1993:9) mengemukakan konsep diri
(self-concept) tidak lain tidak bukan adalah gagasan tentang diri
sendiri, konsep diri terdiri dari bagaimana kita melihat diri sendiri sebagai
pribadi, bagaimana kita merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana kita
menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana kita harapkan.
Konsep dirididefinisikan
secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang, perasaan dan
pemikiran individu terhadap dirinya yang meliputi kemampuan, karakter, maupun
sikap yang dimiliki individu (Rini, 2002:http:/www.e-psikologi.com/dewa/160502.htm).
Konsep
diri merupakan penentu sikap individu
dalam bertingkah laku, artinya apabila individu cenderung berpikir akan
berhasil, maka hal ini merupakan kekuatan atau dorongan yang akan membuat
individu menuju kesuksesan. Sebaliknya jika individu berpikir akan gagal, maka
hal ini sama saja mempersiapkan kegagalan bagi dirinya.
Dari
beberapa pendapat dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian konsep diri adalah cara pandang secara menyeluruh tentang dirinya, yang
meliputi kemampuan yang dimiliki, perasaan yang dialami, kondisi fisik dirinya
maupun lingkungan terdekatnya.
Konsep diri dapat didefinisikan secara umum
sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Menurut
Rogers konsep diri merupakan konseptual yang terorganisasi dan konsisten
yang terdiri dari persepsi-persepsi tentang sifat-sifat dari ’diri subjek’ atau
’diri objek’ dan persepsi-persepsi tentang hubungan-hubungan antar ’diri
subjek’ diri objek’ dengan orang lain dan dengan berbagai aspek kehidupan
beserta nilai-nilai yang melekat pada persepsi-perseepsi ini (Lindzey &
Hall, 1993;201).
Jika manusia mempersepsikan dirinya, bereaksi
terhadap dirinya, memberi arti dan penilaian serta membentuk abstraksi pada
dirinya sendiri, hal ini menunjukan suatu kesadaran diri dan kemampuan untuk
keluar dari dirinya untuk melihat dirinya sebaimana ia lakukan terhadap
objek-objek lain. Diri yang dilihat, dihayati, dialami ini disebut sebagai
konsep diri (Fitts, dalam Agustiani, 2006:139).
Menurut Hurlock (1978:237), pemahaman atau
gambaran seseorang mengenai dirinya dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek
fisik dan aspek psikologis. Gambaran fisik diri menurut Hurlock, terjadi dari
konsep yang dimiliki individu tentang penampilannya, kesesuaian dengan seksnya,
arti penting tubuhnya dalam hubungan dengan perilakunya, dan gengsi yang
diberikan tubuhnya di mata orang lain. Sedangkan gambaran psikis diri atau
psikologis terdiri dari konsep individu tentang kemampuan dan
ketidakmampuannya, harga dirinya dan hubungannya dengan orang lain.
Menurut Hurlock (1978:238), konsep diri yang
positif akan berkembang jika seseorang mengembangkan sifat-sifat yang berkaitan
dengan ‘good self esteem’, ‘good self confidence’, dan kemampuan melihat diri
secara realistik. Sifat-sifat ini memungkinkan seseorang untuk berhubungan
dengan orang lain secara akurat dan mengarah pada penyesuaian diri yang baik.
Seseorang dengan konsep diri yang positif akan terlihat optimis, penuh percaya
diri dan selalu bersikap positip terhadap segala sesuatu.
Sebaliknya konsep diri yang negatif menurut
Hurlock (1978:238) akan muncul jika seseorang mengembangkan perasaan rendah
diri, merasa ragu, kurang pasti serta kurang percaya diri. Seseorang dikatakan
mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya
lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal,
malang, tidak menarik, tidak disukai dan tidak memiliki daya tarik terhadap
hidup.
Jadi konsep diri merupakan persepsi seseorang
terhadap dirinya secara menyeluruh. Konsep diri penting dalam mengarahkan
interaksi seseorang dengan lingkungannya mempengaruhi pembentukan konsep diri
orang tersebut.
Pembentukan Konsep Diri
Konsep diri tidak dibawa sejak lahir tetapi
secara bertahap sedikit demi sedikit timbul sejalan dengan berkembangnya kemampuan
persepsi individu. Konsep diri manusia terbentuk melalui proses belajar sejak
masa pertumbuhan seseorang dari kecil hingga dewasa. Bayi yang baru lahir tidak
memiliki konsep diri karena mereka tidak dapat membedakan antara dirinya dengan
lingkungannya. Menurut Allport (dalam Skripsi Darmayekti, 2006:21) bayi yang
baru lahir tidak mengetahuui tentang dirinya.
Rahmat (2000: 100), menjelaskan bahwa konsep diri
bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tapi juga penilaian diri anda tentang
diri anda. Jadi konsep diri meliputi apa yang anda pikirkan dan apa yang anda
rasakan tentang diri anda. Adanya proses perkembangan konsep diri menunjukan
bahwa konsep diri seseorang tidak langsung dan menetap, tetapi merupakan suatu
keadaan yang mempunyai proses pembentukan dan masih dapat berubah.
Faktor-faktor Pembentukan Konsep Diri
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan
dan perkembangan konsep diri, antara lain:
a. Usia
Konsep diri terbentuk seiring dengan bertambahnya
usia, dimana perbedaan ini lebih banyak berhubungan dengan tugas-tugas
perkembangan. Pada masa kanak-kanak, konsep diri seseorang menyangkut hal-hal
disekitar diri dan keluarganya. Pada masa remaja, konsep diri sangat
dipengaruhi oleh teman sebaya dan orang yang dipujanya.
Sedangkan remaja yang kematangannya terlambat,
yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa tidak dipahami sehingga cenderung
berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri. Sedangkan masa dewasa konsep
dirinya sangat dipengaruhi oleh status sosial dan pekerjaan, dan pada usia tua
konsep dirinya lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan fisik, perubahan mental
maupun sosial (Syaiful, 2008).
b. Inteligensi
Inteligensi mempengaruhi penyesuaian diri
seseorang terhadap lingkungannya, orang lain dan dirinya sendiri. Semakin
tinggi taraf intreligensinya semakain baik penyesuaian dirinya dan lebih mampu
bereaksi terhadap rangsangan lingkungan atau orang lain dengan cara yang dapat
diterima. Hal ini jelas akan meningkatkan konsep dirinya, demikian pula
sebaliknya (Syaiful, 2008).
c. Pendidikan
Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang
tinggi akan meningkatkan prestisenya. Jika prestisenya meningkat maka konsep
dirinya akan berubah (Syaiful, 2008).
d. Status Sosial Ekonomi
Status sosial seseorang mempengaruhi bagaimana
penerimaan orang lain terhadap dirinya. Penerimaan lingkungan dapat
mempengaruhi konsep diri seseorang. Penerimaan lingkungan terhadap seseorang
cenderung didasarkan pada status sosial ekonominya. Maka dapat dikatakan
individu yang status sosialnya tinggi akan mempunyai konsep diri yang lebih
positif dibandingkan individu yang status sosialnya rendah.
Hal ini didukung oleh penelitian Rosenberg
terhadap anak-anak dari ekonomi sosial tinggi menunjukkan bahwa mereka memiliki
konsep diri yang tinggi dibandingkan dengan anak-anak yang berasal dari status
ekonomi rendah. Hasilnya adalah 51 % anak dari ekonomi tinggi mempunyai konsep
diri yang tinggi. Dan hanya 38 % anak dari tingkat ekonomi rendah memiliki
tingkat konsep diri yang tinggi (dalam Skripsi Darmayekti, 2006:21).
e. Hubungan Keluarga
Seseorang yang mempunyai hubungan yang erat
dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang lain
dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama
jenis, maka akan tergolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk
jenis seksnya.
f. Orang Lain
Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang
lain terlebih dahulu. Bagaimana anda mengenal diri saya, akan membentuk konsep
diri saya. Sullivan (dalam Rakhmat, 2005:101) menjelaskan bahwa individu
diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan dirinya, individu
akan cenderung bersikap menghormati dan menerima dirinya.
Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan
dirinya, menyalahkan dan menolaknya, ia akan cenderung tidak akan menyenangi
dirinya. Miyamoto dan Dornbusch (dalam Rakhmat, 2005:101) mencoba
mengkorelasikan penilaian orang lain terhadap dirinya sendiri dengan skala lima
angka dari yang palin jelek sampai yang paling baik. Yang dinilai adalah
kecerdasan, kepercayaan diri, daya tarik fisik, dan kesukaan orang lain
terhadap dirinya.
Dengan skala yang sama mereka juga menilai orang
lain. Ternyata, orang-orang yang dinilai baik oleh orang lain, cenderung
memberikan skor yang tinggi juga dalam menilai dirinya. Artinya, harga diri
sesuai dengan penilaian orang lain terhadap dirinya.
g. Kelompok Rujukan (Reference Group)
Yaitu kelompok yang secara emosional mengikat
individu, dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep dirinya. Menurut Brooks
dan Emmert (dalam Rakhmat, 2005:105), ciri orang yang memiliki konsep diri
negatif ialah peka terhadap kritik, responsif sekali terhadap pujian, mempunyai
sikap hiperkritis, cenderung merasa tidak disenagi orang lain, merasa tidak
diperhatikan, dan bersikap pesimis terhadap kompetisi.
Sebaliknya, orang yang memilikii konsep diri
positif ditandai dengan lima hal:
1) Kemampuan mengatasi masalah.
2) Merasa setara dengan orang lain.
3) Menerima pujian tanpa rasa malu.
4) Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat.
5) Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.
2) Merasa setara dengan orang lain.
3) Menerima pujian tanpa rasa malu.
4) Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat.
5) Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.
Hamachek (dalam Rahmat, 2000: 106) menyebutkan 11
karakteristik orang yang mempunyai konsep diri positif:
1. Meyakini betul nilai-nilai dan prinsip-psinsip
tertentu serta bersedia mempertahankannya, walaupun menghadapi pendapat
kelompok yang kuat. Tapi ia juga merasa dirinya cukup tangguh untuk mengubah
prinsip-prinsip itu bila pengalaman dan bukti-bukti baru menunjukkan ia salah.
2. Mampu bertindak berdasarkan penelitian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebih-lebihan, atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui tindakannya.
3. Tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mencemaskan apa yang akan terjadi besok, apa yang telah terjadi waktu yang lalu, dan apa yang sedang terjadi waktu sekarang.
4. Memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan, bahkan ketika ia menghadapi kagagalan atau kemunduran.
5. Merasa sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar belakang keluarga, atau sikap orang lain terhadapnya.
6. Sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain, paling tidak bagi orang-orang yang ia pilih sebagai sahabatnya.
7. Dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati, dan menerima penghargaan tanpa merasa bersalah.
8. Cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya.
9. Sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbagai dorongan dan keinginan, dari perasaan marah sampai cinta, dari sedih sampai bahagia, dari kekecewaan yang mendalam sampai kepuasan yang mendalam pula.
10. Mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang kreatif, persahabatan, atau sekedar mengisi waktu.
11. Peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima, dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain.
2. Mampu bertindak berdasarkan penelitian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebih-lebihan, atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui tindakannya.
3. Tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mencemaskan apa yang akan terjadi besok, apa yang telah terjadi waktu yang lalu, dan apa yang sedang terjadi waktu sekarang.
4. Memiliki keyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan, bahkan ketika ia menghadapi kagagalan atau kemunduran.
5. Merasa sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar belakang keluarga, atau sikap orang lain terhadapnya.
6. Sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain, paling tidak bagi orang-orang yang ia pilih sebagai sahabatnya.
7. Dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati, dan menerima penghargaan tanpa merasa bersalah.
8. Cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya.
9. Sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbagai dorongan dan keinginan, dari perasaan marah sampai cinta, dari sedih sampai bahagia, dari kekecewaan yang mendalam sampai kepuasan yang mendalam pula.
10. Mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan, permainan, ungkapan diri yang kreatif, persahabatan, atau sekedar mengisi waktu.
11. Peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima, dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain.
Langganan:
Postingan (Atom)